Infosatu.cloud, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sehari jelang Puncak Peringatan Harlah NU ke 102 Tahun yang dipusatkan di GBK Senayan ,Rabu (5/2) pada hari Selasa (5/2) menggelar Saresehan Ulama dengan tajuk “Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU” yang dilangsungkan di Hotel Sultan, Jakarta.
Forum ini digelar dalam rangka mengkaji kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam 8 misi Asta Cita sebagai instrumen pembangunan menuju Indonesia emas 2045.
Ketum PBNU Gus Yahya saat menyampaikan pidato sambutan menegaskan bahwa NU tidak boleh dibiarkan tumbuh atau dipaksa menjadi bagian dari identitas politik. “Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh, ini fundamental,” ujar Gus Yahya dalam Sarasehan Ulama yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/2/2025).                                         Gus Yahya menekankan bahwa NU lahir dengan tujuan untuk mengabdi, melayani, serta berbakti kepada masyarakat dan bangsa. “Dengan cara itu kehadiran NU menjadi berarti bagi masyarakat, berarti bagi bangsa dan negara,” tambahnya. Selaraskan Khidmah dengan Asta Cita Pemerintah Ia menyampaikan, jika suatu lingkungan budaya atau agama, termasuk NU, dibiarkan berkembang menjadi identitas politik, maka bisa membahayakan kelangsungan bangsa dan negara. “Lingkungan budaya yang demikian luas ini tidak boleh berkembang menjadi identitas politik karena itu akan membahayakan kelangsungan bangsa dan negara,” ujarnya. Ia mengingatkan, ketika identitas budaya atau agama dikonsolidasikan dalam persaingan politik untuk merebut kekuasaan, maka dampaknya akan sangat berbahaya. Menurut Gus Yahya, NU memilih untuk mendukung siapa pun yang memiliki misi untuk menghadirkan maslahat bagi rakyat, tanpa terjebak pada agenda politik tertentu. Senada, Menteri Agama RI Prof Nasaruddin Umar memberikan pandangannya mengenai pentingnya memahami konteks sosial dan politik dalam pemerintahan saat ini. Ia menjelaskan bahwa pada zaman sekarang ini, kecerdasan tekstual saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang ada. “Era sekarang ini tidak cukup didukung oleh sebuah kepintaran tekstual tapi kita juga harus mampu mengaktualisasikan kecerdasan tekstual itu di dalam kearifan memahami kenyataan kontekstual,” ujar Menag Nasar. Menteri Agama juga mengingatkan pentingnya kearifan lokal dan universal dalam menjalankan peran sebagai ulama di masa depan. “Menjadi ulama dalam masyarakat modern itu sangat tidak mudah, tidak sesederhana menjadi ulama pada masa-masa yang lampau. Diperlukan kearifan-kearifan lain, kearifan lokal terutama, kearifan universal juga bagian yang tidak terpisahkan untuk kita pahami,” katanya. Ini menjadi sebuah tantangan baru bagi para ulama untuk tidak hanya menguasai teks-teks agama, tetapi juga mampu menghadapi realitas sosial dan politik yang berkembang.
Asta Cita Sanga Qur’ani.
Sementara itu Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan Asta Cita memiliki nilai islami dan qur’ani yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana diketahui, Asta Cita adalah program prioritas Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sebanyak 8 poin Asta Cita memiliki misi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Dengan begitu, Asta Cita membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan berfokus pada kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, serta penguatan ekonomi.
“Kalau kita membaca Al-Qur’an, itu disebutkan bahwa Thalut menjadi pemimpin itu karena dia punya kelebihan. Kelebihan (yang) diberikan Allah SWT kepada Thalut adalah ilmunya luas (dan) fisiknya kuat. Saya kira itu Asta Cita nomor 4 itu sangat qurani,” kata Abdul Mu’ti.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu juga mengatakan bahwa dunia masa depan adalah dunia yang ditentukan oleh kekuatan ilmu. Sementara itu, jika berbicara mengenai ekonomi maka konstruksi dasarnya pun adalah ilmu.
“Ekonomi yang konstruksi dasarnya adalah ilmu. Karena itu maka tentu saja pendidikan harus menyiapkan generasi bangsa kita ini untuk semakin memiliki ilmu,” lanjut Mu’ti menguraikan.
Ia juga mengatakan bahwa orang yang sukses adalah yang memiliki integritas atau al-aminu. Jika seseorang tidak memiliki integritas, pekerjaannya tidak akan sukses.
“Kalau orang tidak punya integritas, dia tidak akan sukses dalam pekerjaannya. Inilah saya kira yang coba kita siapkan di masa depan,” tandasnya.
Forum tersebut menghadirkan sejumlah narasumber pakar dari berbagai bidang di antaranya Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Afifuddin Muhadjir, Rais Syuriah PBNU Prof. Dr. KH. M. Nuh, DEA, CEO CT Corp Chairul Tanjung, Wakil Rektor UNU Surabaya Prof. Dr. Kacung Marijan, Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Burhanuddin Abdullah, Gubernur Lemhanas Dr. Ace Hasan Syadzili, Para Ketua PBNU yaitu KH Ulil Abshar Abdalla, Prof. Dr. Rumadi Ahmad, dan Ning Alissa Wahid.
Tampak hadir pula dalam saresehan itu sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih, di antaranya Menko Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan, Mendikdasmen RI Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Menteri Agama RI Prof. Dr. Nasaruddin Umar dan Mensos RI H. Saifullah Yusuf.(Aji)
Simpedes BRI 372001029009535