Defisit keseluruhan APBN itu sendiri disebabkan total penerimaan negara yang hanya sebesar Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara lebih besar yakni Rp 348,1 Trilyun.
Adapun keseimbangan primer itu merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang, merujuk definisi yang termuat dalam buku Postur APBN Indonesia, keluaran Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu.
Dengan mempertimbangkan catatan itu, maka bisa diperkirakan pemerintah selama dua bulan pada awal tahun ini telah membayarkan bunga utang sebesar Rp 79,3 triliun, dari total anggaran untuk pembayaran bunga utang dalam APBN 2025 sekitar Rp 552,85 triliun, merujuk dokumen Nota Keuangan 2025.
Sebagai catatan, perkiraan pembayaran bunga utang ini belum dikonfirmasi oleh Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto dan Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir enggan merespons terkait hal ini ketika dikonfirmasi.
Meski demikian, sejumlah ekonom menganggap, surplusnya keseimbangan primer tatkala overall balance mengalami defisit yang lebar menandakan pembayaran bunga utang pemerintah pada dua bulan awal tahun ini cukup besar.
“Menunjukkan bahwa komponen pembayaran bunga utang itu relatif besar, sehingga ketika dimasukkan ke dalam penghitungan neraca APBN kondisi yang tadinya surplus dalam keseimbangan primer akhirnya berubah menjadi defisit,” kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Jumat (14/3/2025).