Kam, 28 Agustus 2025
spot_img

Kuasa Hukum: Putusan NO Sebelumnya Tidak Pernah Menyatakan Tanah Milik Pemkab Kobar

Infosatu.cloud, Pangkala Bun – Kuasa hukum ahli waris Brata Ruswanda, Poltak Silitonga, resmi mengambil petikan putusan perkara sengketa lahan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) di Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun, Senin, 25 Agustus 2025.

Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan apresiasi kepada majelis hakim yang telah memutus perkara berdasarkan bukti-bukti sah yang dihadirkan selama persidangan.

Poltak menegaskan, pihaknya sangat menghargai putusan majelis hakim. Menurutnya, kemenangan yang diraih ahli waris merupakan hasil dari pembuktian yang kuat dan akurat.

“Persidangan di PN Pangkalan Bun sudah selesai, dan kita dimenangkan dengan pembuktian-pembuktian yang akurat. Sekarang kita mengambil petikan keputusan tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, inti dari putusan ini sejalan dengan bukti dan data yang selama ini telah diajukan ke pengadilan.

“Tanah yang berada di Jalan Padat Karya, Kampung Baru, adalah milik Brata Ruswanda. Itu dasar yang kita berikan dalam persidangan, dan terbukti meyakinkan majelis hakim,” tambahnya.

Poltak mengaku lega sekaligus bersyukur dengan hasil putusan ini. Ia sempat merasa was-was karena pihak tergugat dalam perkara ini adalah pemerintah daerah, bahkan sampai Gubernur.

“Sebelum putusan, saya pribadi terus terang masih khawatir. Karena yang kita lawan ini Bupati Kobar, Gubernur, dan pihak-pihak yang punya posisi. Tapi ternyata hakim tetap berdiri di atas kebenaran,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan keyakinannya bahwa hakim PN Pangkalan Bun telah menunjukkan integritas.

“Saya percaya di Indonesia ini masih ada hakim-hakim yang memihak pada kebenaran. Mereka tidak terpengaruh tekanan, uang, maupun kekuasaan. Itu yang saya salutkan,” ucapnya.

Poltak juga menyinggung fakta bahwa tanah yang disengketakan pernah dipinjamkan Brata Ruswanda kepada Dinas Pertanian Provinsi untuk kepentingan demplot pertanian.

“Tanah itu dulu dipinjamkan untuk balai benih. Jadi jangan dibenturkan dengan KTNA atau masyarakat. Itu murni aset pribadi Brata Ruswanda,” jelasnya.

Kuasa hukum ahli waris ini lantas menyinggung sikap pemerintah daerah. Ia berharap pemimpin di Kobar bisa lebih arif dalam menyikapi putusan pengadilan.

Ia juga menyinggung adanya keluarga penggugat yang meninggal dunia selama proses perkara berlangsung.

“Yang berduka itu sebenarnya pihak keluarga penggugat ini. Jadi jangan membuat narasi bahwa Kobar berduka. Masyarakat tidak berduka karena putusan kalah. Mereka hanya tidak bisa membuktikan klaimnya,” ungkap Poltak.

Terkait pernyataan Wakil Bupati Kobar, yang mengatakan bahwa Kotawaringin Barat berduka karena kalah dalam perkara ini, Poltak menyayangkan.

 “Itu bukan pernyataan seorang pemimpin yang bijak. Kalau tidak puas, silakan banding. Jangan menebar narasi provokatif yang bisa menimbulkan kegaduhan,” katanya.

Ia menegaskan, pihaknya akan tetap mengawal proses hukum ini sampai tuntas, termasuk jika Pemkab Kobar mengajukan banding.

“Silakan banding, itu hak hukum. Tapi jangan menyalahkan PN Pangkalan Bun. Putusan sudah jelas, lengkap, dan berdasarkan fakta,” ucapnya.

Poltak menambahkan, selama persidangan, pihak ahli waris telah menghadirkan bukti-bukti autentik yang tidak bisa dibantah.

Sementara, ia menilai dokumen yang dijadikan dasar oleh Pemkab Kobar justru bermasalah.

“Mereka hanya bermodalkan SK Gubernur tahun 1974, tapi janggal. Ketikannya pakai komputer, padahal tahun 1974 belum ada komputer. Penandatanganannya pun bukan Gubernur langsung, nomenklaturnya juga salah,” ungkapnya.

Menurut Poltak, dalam SK itu tertulis Provinsi Kalimantan Tengah, padahal pada 1974 seharusnya masih berstatus Daerah Tingkat I.

“Ini kan membingungkan. Jadi wajar hakim menolak itu sebagai bukti yang kuat,” tambahnya.

Ia juga menyoroti pernyataan Wakil Bupati yang menilai perkara ini seharusnya masuk ranah PTUN.

“Jangan intervensi pengadilan. Hakim punya keahlian untuk menilai perkara. Lagi pula SK aslinya pun tidak ada, hanya fotokopi. Bagaimana bisa dijadikan bukti kuat?” ujar Poltak.

Lebih jauh, ia menilai sikap Pemkab Kobar dengan pernyataan-pernyataan bernada provokatif justru bisa menimbulkan masalah baru.

“Kalau pejabat negara menyampaikan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan, bisa saja kena undang-undang ITE,” tegasnya.

Poltak juga menyoroti klaim Pemkab Kobar yang menyebut pernah memenangkan perkara serupa. Menurutnya, putusan sebelumnya hanyalah Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).

“Dalam putusan itu tidak ada yang menyatakan tanah itu bukan milik Brata Ruswanda. Tidak ada pula yang menyebut surat adat milik Brata Ruswanda tidak sah. Jadi jelas tanah itu bukan milik Pemkab,” tegasnya

Poltak juga mengkritisi pernyataan DPRD Kobar yang mendukung sikap Pemkab. Menurutnya, DPRD seharusnya berdiri di pihak masyarakat, bukan sekadar membela bupati.

“DPRD bilang representatif masyarakat. Masyarakat yang mana? Justru mereka terlihat lebih condong mengakomodir bupati,” ucapnya.

Ia menyatakan siap jika dipanggil dalam rapat dengar pendapat (RDP) oleh DPRD Kobar untuk menjelaskan duduk perkara.

“Silakan panggil kami. Hadirkan bupati, saksi-saksi. Saya akan jelaskan secara terang benderang bahwa kami tidak pernah mendzolimi orang lain. Kami tidak mungkin mengambil tanah milik negara,” tandasnya.

Poltak menegaskan, jika pihaknya memang mengambil tanah negara, sudah pasti akan berurusan dengan hukum pidana.

“Kalau benar kami ambil tanah milik negara, tentu sudah ditangkap polisi. Tapi faktanya, kami punya bukti sah bahwa tanah ini milik Brata Ruswanda,” katanya.

Di akhir pernyataannya, ia kembali meminta semua pihak untuk menghormati putusan pengadilan.

“Kami berharap hakim di pengadilan tinggi nantinya tetap teguh pada kebenaran. Jangan biarkan uang atau kekuasaan membalikkan fakta. Yang benar tetaplah benar, yang salah harus dinyatakan salah,” pungkasnya.

Postingan Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

0PelangganBerlangganan
- Iklan -spot_img

Berita Terbaru